WARNING UNTUK ORANG ASLI PAPUA
doc goole |
WARNING UNTUK ORANG ASLI
PAPUA
TERAS BERITA ANDRESWAKERKWA@GMAIL.COM
Minggi 27 november 2022
Terima
kasih banyak untuk orang yang punya artikel pembacaan situasi,
silakan
membaca sampai habis.
Artikel
ini sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi di Papua. (Pesan khusus
untuk orang Papua). Penilaian Ibu Guru Honorer di Kab Puncak Distrik Sinak Ibu
tentang kehidupan OAP yang selama ini ia menilai berikut isinya:
sejauh saya memandang dibalik semua hal
politis yg melingkupi sejarah panjang antara Indonesia dan Papua, ada hal dasar
yg harus diselesaikan oleh orang-orang Papua.
Apa
itu? Mentalitas masyarakatnya.
Pernah
saya baca tentang Mitos Pribumi Malas karya S.H. Alatas dituliskan di sana
rata-rata bangsa di bawah kekuasaan kolonial adalah masyarakat yg malas. Malas
di sini penjabarannya banyak sekali. Mereka butuh treatment khusus hingga mau
berjuang dan bekerja keras. Maaf kaka jika saya sedikit bicara kasar terkait
hal ini. Namun ini menjadikan bahan perenungan bersama, hal apa yg sebaiknya
perlu diperbaiki dari mentalitas itu sendiri.
Saya
juga pernah baca tentang hasil pengamatan lapangan bahwa bangsa Papua jika
tidak sanggup mempertahankan budaya, mempertahankan tanahnya sendiri, lalu
hanya mengikuti kesenangan sesaat, tidak mau berusaha, berdiri di atas kaki
sendiri maka waktu yang akan menjawab semuanya apakah bangsa ini akan tetap
bertahan atau tinggal nama.
Sekiranya
ini yang pernah saya baca dalam tulisan seseorang yg katanya pernah mengunjungi
Papua namanya Willy Sard dari Jayapura:
...kalian
banyak doktor dan master. Sarjana berlimpah. Ada tamatan luar negeri, ada
tamatan dalam negeri dan ada yg tamat di luar n tengah realitas yang membunuh
kalian di Papua. Gelar kalian hanya di atas kertas, tak bisa buat apa2 untuk
tanah airmu. Anda hanya urus perutmu, anda hanya urus jabatanmu, anda terhanyut
dalam rutinitasmu dan tepuk dada, bangga dgn gelarmu. Anda tidak menulis, anda
tidak buat kajian, anda tidak berjuang, anda jijik berada di jalanan untuk
melawan, anda tidak menjadi diplomat, anda tidak urus tanah adatmu, anda tidak
mendidik kaummu
Itu
artinya, anda memang ingin membiarkan bangsmu mati atau gelarmu hanya di atas
kertas dan tidak belajar sungguh2 untk mengerti realitasmu.
Apakah? anda sengaja ataupun tidak paham, yang jelas,
saya mau memberitahu bahwa, ketika orang sekolah (doktor, master, dan sarjana)
diam membisu maka itu tandanya bangsa itu sedang mati pelan-pelan. Matinya
aktivitas intelektual adalah matinya sebuah bangsa.
orang
Papua lupa budaya. Budaya bukan sekedar pakaian adat, tapi keseluruhan tatanan
kehidupan: religi, sistem politik, mata pencaharian, kesenian, peralatan,
bahasa, sistem dan pengetahuan.
Kalian
genggam erat2 segala yang baru datang. Lalu, kalian lupa diri dan terlena dan
mereka ambil apa yang kalian tinggalkan.
Jangankan
budaya, anda tinggalkan mamamu sendiri, anda pergi kawin dengan yang putih.
Yang putih dan semua yang datang dari luar lebih baik. Itu cara anda membunuh
mamamu, budayamu dan masa depan bangsamu secara pelan tapi pasti.
Kalian
pemalas dan hidup dari belas kasihan dan judi. Kalian, orang Papua itu saya
amati pemalas, duduk saja, cerita-cerita saja, habiskan waktu. Jalan minta sana
minta sini sama saudara lain, harap sana harap sini. Setelah dapat uang
habiskan saat itu juga, sisanya main judi, togel. Uang habis jalan minta lg ke
saudara padahal sudah sarjana, padahal sehat dan badan kuat, padahal hutanmu
luas, tanahmu subur.
Satu
pemuda bisa habiskan uang 3 atau 4 juta dalam satu bulan. Uang itu dapat dari
mana, sedangkan ia tidak punya pekerjaan, tidak punya kebun, tidak punya
ternak? Jawabannya adalah ia dapat dari belas kasihan orang lain dan judi.
Saya
ketemu dua pemuda di Kantor Gubernur. Tas mereka berisi. Saya ajak cerita, apa
yang mereka isi dan apa kerja mereka. Yang mereka isi adalah proposal dan buku
togel. Mereka begitu polos, saya amati mereka keliling jual2 proposal dari satu
ruangan ke ruangan lain di kantor gubernur. Mereka tidak bekerja, satu orang
sarjana dan satunya lagi pemuda.
Satu
kesempatan, saya dengan beberapa teman kami kerja borongan di tanah Hitam. Kami
pendatang dua orang dan mereka anak Papua tiga orang. Kami dibayar masing2
orang Rp. 4.700.000. Satu minggu kemudian, saya tanya, masih adakah yang itu?
Uang mereka sudah habis. Satu orang beralasan, uang itu bayar spp adiknya. Satu
lagi, bagi-bagi dengan keluarga. Satu lagi yang parah, ia mengesal karena uang
itu habis minum dan main togel.
Tidak
banyak orang Papua yang saya jumpai hargai proses dan tekun serta hemat.
Sebagian hanya mau cepat jadi dan kejar yang besar, tidak ada usaha2 kecil,
kecuali mama2 yang jualan. Anak muda takut jualan, jaga gengsi, jalan rapi2
tapi dompet kosong.
Perempuan
muda Papua hancur. Sore-sore, apalagi malam minggu kota Jayapura penuh gadis2
belia Papua bercelana mini. Mulut penuh pinang dan rokok di tangan.
Mereka
berkelompok hingga larut malam. Mereka buat apa? Mereka menunggu bookingan dari
siapa saja yg mau ajak jalan, sekedar minuman keras atau seks dengan bayar
murah. Yang penting dapat uang, entah 100 rb. Ada yang anak sekolh dan ada yg
sdh tdk sekolah. Saya ajak ngobrol, mereka cerita d rumah tdk ada makanan dan
cari uang sekolah.
Jika
perempuan hancur, bagaimana mereka akan menikah, mengandung, melahirkan anak yg
sehat dan mendidiknya menjadi besar untuk gantikan pemimpin kalian yg sudah
banyak mati. Bagaimana mereka akan urus suami jika sdh hancur begini. Perempuan
kuat, bangsa kuat.
Orang
tua malas tahu dgn pendidikan anak. Tidak ada budaya belajar di rumah. Beberapa
rumah di teman2 Papua tdk ada meja belajar untuk anak mereka. Satu kamar,
anaknya dengan dua tiga orang tamu dr saudara lain. Sore hari anak2 tdk ada
kebiasaan belajar di beberapa rumah yang saya kunjungi. Makan mlm larut malam
sekali, ada yang jam 9, anak yg paling kecil sdh tdr. Ayah dan ibu, punya
urusan masing2, tdk dampingi anak belajar.
Pada
pagi hari, saya perhatikan di jalanan, tidak banyak orang Papua yg antar anak
ke sekolah. Padahal di rumah ada mobil dan motor. Ada satu pejabat punya mobil
dua dan motor ada satu di rumah tp pgi hari dia bagi uang sama anaknya. Dia tdk
antar, anak jalan sendiri, naik ojek. Ini bukan soal kasih uang tp ini soal
bagaimana bentuk kasih sayang orang tua. Pendatang juga punya uang tp mereka
antar anak mereka, lihat di lampu merah pagi hari. Bicara tuan tanah tp tidak
urus pendidikan anak baik2, bagaimana mau jd tuan rumah
Kakak
saya kenal banyak orang Papua yang menyebut diri pengusaha tapi setelah saya
tanya pengusaha itu artinya punya CV dan PT. Mereka jalan cari proyek di
dinas2, setelah dapat, kerja selesai dan uang habis. Tdk ada yang buat unit
usaha yang profit atau datangkan uang. Ini beda dgn pendatang.
Jual
tanah. Orang Papua jual tanah kepada kami. Kalian tdk kontrakkan. Padahal
kalian punya anak banyak. Anak2 kamu akan ke manaka kalau sdh kami kuasai
semua.
Sekolah
pinggiran dan kampus dan jurusan yang bisa cepat jadi sarjana. Tidak banyak
anak2 Papua yg masuk di sekolah bermutu. Anak2 Papua banyak saya jumpai di
sekolah2 pinggiran, sekolah yg dpat nilai gampangan dan masuk diperguruan
tinggi yg biasa2 pada jurusan2 sosial semua. Jadi, orientasi mencari nilai dan
ijazah, tidak cari kemampuan otak dan keterampikan untuk hidup kalian.
Kampus2
sepi dengan mimbar akademik. Tdk banyak kampus di Papua yg lakukan seminar2
atau aktivitas lain. Para dosen juga tdk banyak yg menulis karya ilmiah yang
terkait dgn bidang ilmu atas kondisi rill di Papua.
Petinggi
Papua di Jayapura kebanyakan hanya bicara2 saja di media, tidak banyak aksi
nyata. Tidak ada kepercayaan diri juga padahal papua itu kaya dan punya posisi
tawar dgn Jakarta.
By Karya. MG. | editor|skypapua
Komentar
Posting Komentar